Tuesday, July 31, 2007
KASUS ASRENA ADANG DARAJATUN
DJAMIN MPA. MANTAN KAPORLI ( Republika dan Suara Pembaruan terbit hari Jumat. 12 November 1999 )
Bapak Awaludin Djamin menyatakan KKN harus di berantas di negeri tercinta ini, termasuk ditubuh Porli dan seterusnya.
Tanggapan :
Apakan Bapak Awaludin Djamin sebagai bapak pembenahan Porli telah yakin, orgaisasi Porli saat ini dalam kondisi sehat dan pejabatnya bisa di jamin jujur dan bersih serta berwibawa ?
Ketahuilah bahwa kepemimpinan Porli saat ini merupakan kepemimpinan yang sangat memperhatinkan, karena konspirasi, kooptasi, kolusi dan nepotisme telah terjadi yang berakibat kesatuan wilaya dan anggota pelaksana di lapangan dihadapkan pada kondisi yang memperhatinkan dan kebingungan dalam pelaksanaan tugasnya, diantaranya disebabkan oleh sebagaimana jawaban yang jujur atas pertanyaan terlampir :
Kehancuan Porli saat ini di sebabkan oleh ketidakmampuan Asrena Kaporli Mayjen Pol. Drs. Adang Darajatun karean belum teruji dan matang dalam praktek di lapangan, telah mendapat kepercayaan sebagai pejabat bintang dua sebagai asrean Kaporli.
Disebutkan sumber kebocoran berita justru di awali Srena Porli sebagai pejabat penerbit P-3 dan SP2D berkolusi dengan rekanan tertentu mendapatkan imbalan sehinga rekanan lama (DRM) resah dan protes bergulir menjadi sumber isue.
Dalam pengadaan sedan timor berpihak kepada PT. Catus Gastra Eka Perkasa sebagai pengelola komputerisasi administrasi SIM, sehingga terkesan Mayjen Pol. Drs. Adang di peralat oleh pihak PT. Catur G.E.P (Jimmy Wijaya).
Pembuktikan terjadinya KKN seharusnya oleh tim independen karena Irjen Porli “Mayjen Pol. Drs. M. Nurdin “ di ragukan etikad baiknya karena bersekongkol dan yang bersangkutan juga bermasalah.
Tolong Pak, rakyat jangan dikabuli pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat apalagi sebagai penegak hukum di era pemerintahan. Reformasi yang akan menegakan Supremasi Hukum.
Disarankan : untuk mengadakan pembersihan ditubuh Polri seperti halnya kasus”SISWAJI”.
Sumber , Kiriman dari M Nur (muh_nur2004@yahoo.com)
Tuesday, June 19, 2007
Aliran Dana DKP ( ROKIMIN ) Ke Partai Keadilan Sejahtera ,PKS
---------------------------
//PKS membantah telah menerima menerima dana DKP. Tidak tanggung-tanggung Presiden PKS Ir. Tifatul Sembiring dan ketua MPR Dr. Hidayat Nurwahid sendiri turun tangan ingin membersihkan nama partainya dengan mendatangi KPK. Fakta tetap fakta tidak bisa dibohongi ?//
Kader PKS Fahri Hamzah dan Suswono mengakui telah menerima dana DKP. Suswono malah mengatakan dana berupa pinjaman dan telah dikembalikannya. Keduanya kini sudah menjadi anggota DPR, sekaligus menjadi petinggi partai yang berkantor pusat di Jl. Mampang Prapatan Raya No. 98 D-E.F Jakarta Selatan.
PKS yang sebelumnya bernama Partai Keadilan ini, menerima dana DPK dalam beberapa termin dan waktu. Jika dihitung seluruhnya baik DPP maupun PKS Wilayah, partai ini 22 kali menerima pemberian dana dari Departemen Kelautan dan Perikanan itu.
Tentu saja ini memang sangat mengejutkan, PKS seabagai partai pengganti PK merasa paling bersih di Pemilu 1999 dan 2004. Partai ini telah melahirkan kader-kader yang kuat dalam mengusung isu moral ke-Islaman. Apa lagi banyak kader-kader intinya lahir dari kalangan intelektual kampus misalnya seperti KAMMI.
Namun namanya partai politik, PKS sebagai partai politik memang berorientasi kekuasaan. Fakta ini tidak bisa dibantah lagi oleh pimpinan-pimpinan PKS. PKS sudah dapat posisi menteri, Walikota bahkan Bupati. Sama seperti partai lainnya berebut kekuasaan. .
Sebagai partai politik tidak aneh kalau PKS melakukan hal-hal yang sama dengan partai lainnya. PKS tidak ada bedanya dengan partai lain. “Bahkan itu lebih buruk karena mereka mengkampanyekan nilai-nilai agama ternyata melakukan hal sama” ungkap Direktur Wahid Institut, Suaedy.
Namun dalam Politik, partai politik memang wajar untuk meraih kekuasaan. Itu dibenarkan dalam berpartai, asal dilakukan dengan etik dan demokratis. Hanya saja selama ini PKS banyak melakukan aksi-aksi politik yang dianggap banyak memfitnah orang. Bahkan menurut Mas Edy demikian panggilan akrab Suaedy, kader PKS berani menuduh orang sesat, dan menfitnah orang. “Lebih penting lagi PKS melakukan black campagne terhadap partai-partai lain,” lanjutnya.
Di Yogyakarta misalnya, Muhammadiyah sampai membuat surat edaran yaitu Surat Keputusan PP Muhammadiyah Nomor 149 Kep/1.0/b/2006 tentang Kebijakan PP Muhammadiyah tentang Konsolidasi Organisasi dan Amal Usaha Muhammadiyah. Tindakan ini dilakukannya karena kader PKS mulai merebut lembaga Muhammadiyah terutama Amal Islam, pendidikan dan Kesehatan di Yogya dengan tidak sehat.
Kader PKS menggunakan kekuasaanya itu untuk kepentingan partai dan merugikan Muhammadiyah. NU mestinya lebih agresif menghadapi cara-cara PKS yang tidak benar itu. Itu namanya manipulasi, cara itu yang tidak islami dan tidak demokratis. “Kader PKS mengunakan lembaga itu untuk kepentingan politiknya,” tukas Mas Edy
Catatan Didi Sadili
Catatan Didi Sadili Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP mengungkapkan bahwa PK-PKS dan Kadernya telah menerima dana DKP hampir k.l. Rp 1 milyar.
Fahri Hamzah sendiri menerima hampir 6 kali menurut catatan Didi Sadili. Namun itu pun dibantah Wakil Sekjen PKS ini, dirinya hanya menerima dana DKP sebesar Rp 100.000.000 (lihat tulisan sebelumnya).
Sementara Suswono sendiri telah mengatakan bahwa memang ia menerima uang itu sebagai pinjaman dari Rokhmin Dahuri sebesar Rp 100.000.000. Pinjaman itu menurutnya sudah dikembalikan.
Mantan Presiden PKS DR Hidayat Nur Wahid menyatakan tidak ada dana dari DKP masuk ke rekening Bendahara PKS dan hal ini telah diaudit oleh KPU. Sementara Pak Suswono secara pribadi pernah meminjam uang kepada Rokhmin sebesar Rp. 100 juta dan pinjaman itu sudah dilunasi kembali, anehnya catatan sekretaris Rokhmin tidak mencatat pengembalian itu. (PKS Online, 24 Mei 2007)
Sementara itu tim Investigasi yang dibentuk PKS sementara menyimpulakn.. beberapa orang yang menjadi pengurus Yayasan, pengelola kelompok tani, nelayan dan mengadakan acara bakti sosial memang pernah mengajukan proposal. Mereka mengajukannya atas nama perorangan, mungkin saja itu diindentifikasikan sebagai kader PKS, kemudian disumbang Rokhmin.
Ada yang menyatakan, pada waktu disumbang tidak etis menanyakan sumber dana. PKS menuduh catatan sekretaris DKP tidak jelas keakuratannya. Catatan itu harus ditegaskan dengan gamblang dan dibuktikan di pengadilan kebenarannya.
Presiden PKS Tifatul Sembiring meminta agar pengadilan tegas dalam memutuskan perkara ini. Kita menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang sedang berlangsung. Yang salah ditindak tanpa pandang bulu. Bahkan kalau ada kader PKS yang terbukti bersalah, silahkan diadili, diberi "punishment". PKS tidak mau jadi "bunker" koruptor. “Kami tidak akan melindungi koruptor, Kita sudah menyatakan tekad dan komitmen untuk memberantas korupsi di negeri ini,” tandasnya.
Bantahan itu diperkuat dengan pernyataan Ir. Tifatul Sembiring dan Ketua MPR, Dr. Hidayat Nurwahid ketika datang ke KPK (30/5) lalu. Sekaligus keduanya menegaskan, PKS atau PK sama sekali tidak menerima dana DKP itu.
"Setelah penegasan dan pengakuan PK (Partai Keadilan) dan PKS (Partai Keadilan Sejahtera) tidak menerima dana, saya harap masalah ini tetap berbasis pada hukum. Tidak ada lagi yang memfitnah PK dan PKS. Sebab sangat mungkin partai akan mengkaji fitnah itu sebagai character assasination," kata mantan Presiden PK Hidayat Nurwahid.
PKS tak Mengakui
Keduanya tetap membantah PKS atau PK tidak menerima dana tak halal itu. Apa lagi PK sekarang sudah tidak ada. "Dari catatan disebutkan, PK menerima aliran dana sebesar Rp 100 juta pada Desember 2003 dan Rp 200 juta pada April 2004. Pada saat itu PK sudah almarhum. Sejak April 2003, kita sudah menjadi PKS," jelas Tifatul setelah bertemu Ketua KPK Taufiqurahman Ruqi.
Bantahan-bantahan itu tentu saja tidak akan menguburkan fakta persidangan. Sebab fakta bersidangan itu sudah menjelaskan bahwa memang PKS yang dulu PK itu menerima aliran dana DKP dalam jumlah yang tidaksedikit.
Penolakan itu wajar saja dilakukan oleh Partai politik termasuk oleh PKS. Sebab selama ini PKS telah membangun image sebagai partai yang jujur dan bersih. Tetapi ternyata tidak demikian faktanya, partai ini ada “kotornya” juga. “Kalau PKS gembar-gembor menolak, ngak nerima, ya silakan. Toh anak buahnya sendiri sudah mengakui, Fahri Hamzah,” papar pengacara Rokhim Dahuri, Herman Kadir, SH.
Pengacara Rokhmin Dahuri ini menyayangkan bantahan pihak PKS. Apalagi menurutnya Ketua MPR Hidayat Nurwahid itu orang besar tidak patut dia melakukannya. Namun dalam politik itu bisa dibenarkan. “Dia takut ditinggalkan konsituensnya. Apa lagi PKS yang menyatakan bersih, jujur, rupanya ada sedikit kotor, ada plexnya juga, ada kotorannya,” lanjutnya.
Dalam padangan ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedoman Indonesia), M. Fadjroel Rachman, pengakuan Fachri Hamzah dan PKS yang berupa bantahan itu mengindikasikan salah satunya berbohong. Fahri memang Sudah mengakui menerima dana itu, “Salah satu pasti berbohong, sementara uang sudah masuk. Kalau ada dua membantah salah satu pasti berbohong, apakah PKS atau Fachri Hamzah,” katanya kepada Opini Indonesia. (lihat box wawancara)
Tentu saja kebenaran nantinya akan dibuktikan lewat penyidikan aparat penegak hukum.
Aparat penegak hukum, kepolosian, kejaksaan, dibantu oleh KPK untuk membuktikan kebenaran fakta-fakta itu. Sehingga akan jelas apakah PKS menerima atu tidak dana DKP. (yn,st)
----------------------------------------------------------------------
Tanggal 29-Des-2003 / PKS Jumlah :Rp.1.00.000.000 , Didi Sadili.
Tanggal 11-Okt-2004 penerima PKS (Fachri hamsah ) Jumlah :Rp 1.00.000.000 Didi saidi
Tanggal 28-Jul-2004 penerima PKS (Fachri hamsah ) Jumlah :Rp 1.00.000.000 didi saidi
Tanggal 27-dec-04 penerima PKS (Fachri hamsah ) Jumlah :Rp 28.000.000 didi saidi
Tanggal 9-jun-04 Penerima PKS (Fachri hamsah) Jumlah :Rp 50.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 10-jun-04 Penerima PKS (Fachri hamsah) Jumlah :Rp 10.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 8-peb-04 Penerima PKS (Fachri hamsah) Jumlah :Rp 50.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 27-des-04 Penerima PKS/Aceh,PKS Bogor Jumlah :Rp 6.000.000 kegunaan dana didi saidi Sub Jumlah Korban Stunami
Tanggal 27-des-04 Penerima PKS/aceh PKS Jumlah :Rp 10.000.000 kegunaan dana didi saidi sub Jumlah Korban Stunami
Tanggal 20-sep-02 Penerima PKS-PK Jumlah :Rp 100.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 2-mar-04 Penerima PKS-PK Jumlah :Rp 200.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 2-jul-02 Penerima PKS-PK H.Rusdi Jumlah :Rp 10.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 15-Mar-04 Penerima PKS (Suswono) Jumlah :Rp 50.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 7-Mar-05 Penerima PKS (Suswono) Jumlah :Rp 100.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 29-des-03 Penerima PKS (Syuman Jaya) Jumlah :Rp 50.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 28-Agus-02 Penerima PKS (Syuman Jaya) Jumlah :Rp 10.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 16-jun-03 Penerima PKS (Syuman Jaya) Jumlah :Rp 3.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 17-Sep-04 Penerima PKS (Syuman Jaya) Jumlah :Rp 10.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 16-Apr-03 Penerima PKS (via Irwan Prayetno-PK) Jumlah :Rp 100.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 23-sep-04 Penerima PKS (Tanggal 29-des-03 Penerima PKS (Syuman Jaya) Jumlah :Rp 50.000.000 kegunaan dana didi saidi
ia Pupup) Jumlah :Rp100.000.000 kegunaan dana didi saidi
Tanggal 27-Sep-04 Penerima PKS -KOMUNIKAT Jumlah :Rp 5.500.000 kegunaan dana didi saidi Sub Jumlah 1.192.500.000
Sumber :Tabloid Opini Indonesia
Data dihimpun dari fakta pengadilan yang dibeberkan DIDI Sadili di pengadilan Tipikor
Tuesday, May 29, 2007
Tuesday, May 22, 2007
Terima Dana DKP, Sarwono Diminta Mundur dari Cagub DKI
Terima Dana DKP, Sarwono Diminta Mundur dari Cagub DKI
Indra Shalihin - detikcom
Jakarta - Puluhan orang yang menamakan diri Masyarakat Pemerhati Pilkada berunjuk rasa di kantor KPK. Mereka menolak pencalonan Sarwono Kusumaatmadja sebagai cawagub DKI.
Puluhan demonstran tiba di kantor KPK, Jl Veteran, Jakarta, Selasa (22/5/2007) sekitar pukul 16.00 WIB. Mereka datang dengan menggunakan sejumlah kendaraan bermotor.
Massa MPP menilai, Sarwono tidak layak mencalonkan diri sebagai gubernur DKI dalam pilkada mendatang. Sebab, Sarwono pernah menerima dana dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang kini diributkan banyak orang.
"Sarwono tidak sesuai hadir di Pilkada DKI di saat Jakarta membutuhkan figur pimpinan yang bersih," kata Gery, koordinator aksi MPP.
Massa MPP juga membawa sejumlah poster berisi tuntutannya. Sebelum meninggalkan Gedung KPK, mereka sempat membakar foto Sarwono.
Mantan Kepala Biro Keuangan DKP, Sumali, mengatakan sejumlah tokoh, termasuk Sarwono, telah menerima dana DKP. Hal itu diungkapkan Sumali saat bersaksi di persidangan kasus korupsi dana nonbujeter DKP di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Selasa 8 Mei lalu.
Menurut Sumali, Sarwono menerima Rp 18,4 juta untuk dana kunjungan kerja ke Amerika Serikat. Transfer dana untuk Sarwono itu dilakukan pada 22 November 2002. (djo/sss)
Detik.com
Wednesday, May 9, 2007
Kasus Korupsi Yang Di Publish Ke Media
Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Data dan foto 14 belas koruptor tersebut direncanakan ditayangkan di televisi dan media massa dengan frekuensi seminggu sekali.
Mereka adalah:
- Sudjiono Timan - Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)
- Eko Edi Putranto - Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)
- Samadikun Hartono - Presdir Bank Modern
- Lesmana Basuki - Kasus BLBI
- Sherny Kojongian - Direksi BHS
- Hendro Bambang Sumantri - Kasus BLBI
- Eddy Djunaedi - Kasus BLBI
- Ede Utoyo - Kasus BLBI
- Toni Suherman - Kasus BLBI
- Bambang Sutrisno - Wadirut Bank Surya
- Andrian Kiki Ariawan - Direksi Bank Surya
- Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani - Kasus BLBI
- Nader Taher - Dirut PT Siak Zamrud Pusako
- Dharmono K Lawi - Kasus BLBI
Friday, April 27, 2007
Duit Korupsi Buat Beli Tiket Di PKS,Ehh Partai PKS Heehh Terima Dengan Gembira
Senin, 19 Februari 2007 |
Gus Dur : Adang Bayar PKS |
* Rp 11 M Untuk jadi Cagub DKI Jakarta Jakarta, Tribun - Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur kembali melempar wacana kontroversial. Kali ini yang kena getahnya adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tiba-tiba saja Gus Dur menuding PKS telah menerima uang Rp 11 miliar dari Mantan Wakil Kepala Polri Komjen Pol Adang Doradjatun untuk menjadi bakal calon gubernur (Cagub) DKI Jakarta dari PKS. |
Tudingan pendiri PKB yang suka ceplas-ceplos ini terjadi saat berlangsung dialog peserta pengajian dengan Gus Dur di Komplek Ponpes Al Munawaroh, Ciganjur, Jakarta Selatan, Minggu (18/2). Ihwal pernyataan Gus Dur mengemuka tatkala ditanya seorang peserta pengajian yang mempersoalkan cara kerja kader PKB yang tidak seperti kader PKS terjun langsung ke masyarakat korban banjir memberi bantuan saat terjadi bencara seperti banjir di Jakarta beberapa waktu lalu. Gus Dur bukannya menjawab pertanyaan tersebut. Cucu Hasyim A'syari ini malah memberikan jawaban yang mengagetkan. "PKS dikatakan begini begitu itu semua bohong. Adang Daradjatun calon tunggal, tapi kata Tifatul itu belum tentu. Karena Adang punya Rp 14 miliar. Baru Rp 11 miliar yang diminta PKS," kata Gus Dur. http://www.kejaksaan.go.id/detail_news.php?ID=2007-02-19%2012:23:54 |
Tikus "Masuk Ke Partai Keadilan Sejahtera "
Veronika Kusuma Wijayanti - detikcom
Jakarta - Para pegawai maupun wartawan yang biasa ngepos di Mabes Polri terpaksa berjalan memutar untuk memasuki markas polisi itu. Penyebabnya, gerbang utama yang biasa digunakan untuk pegawai Mabes Polri atau pun wartawan yang berjalan kaki, rusak.
Mabes Polri sejatinya memiliki sejumlah pintu gerbang. Ada pintu gerbang khusus untuk kendaraan Kapolri. Ada gerbang untuk kendaraan polisi-polisi lainnya. Gerbang satunya untuk pejalan kaki dari kalangan pegawai Mabes Polri. Dan gerbang satunya -- terletak di bagian belakang kompleks Mabes Polri -- diperuntukkan untuk masyarakat umum.
Biasanya, wartawan masuk Mabes lewat pintu yang diperuntukkan bagi pegawai Mabes Polri yang berjalan kaki. Khusus untuk pegawai, mereka bisa masuk setelah mendekatkan kartu pegawai mereka pada alat sensor berwarna merah. Jika sensor oke, maka pintu akan terbuka.Pegawai itu pun lenggang kangkung masuk ke kantornya.
Wartawan tentu saja tidak memiliki kartu pegawai yang ramah sensor itu. Wartawan biasanya meminta kepada petugas yang berjaga agar membukakannya dengan kartu yang dimiliki petugas itu. Wartawan suka lewat pintu itu karena kebetulan dekat dengan Gedung Bakeskrim yang ramai berita.
Tapi Rabu (2/11/2005) pintu gerbang favorit itu digembok dengan rantai. Wartawan terpaksa harus lewat pintu belakang, berjalan mengitari Mabes Polri. Jaraknya cukup jauh. Pokoknya keringatan.
Mengapa pintu itu digembok? Jawabnya, sensornya rusak. "Kabelnya digerogoti tikus," kata seorang petugas yang berjaga.
Selidik punya selidik, tikus itu adalah 'kenang-kenangan' Aliansi Tolak Korupsi (ATK) yang beraksi pada Senin lalu di Mabes Polri. ATK adalah kumpulan 10 mahasiswa. Pendemo membawa 15 tikus yang dimasukkan kandang warna putih.
Kandang itu ditempeli belasan nama petinggi Mabes Polri yang diduga melakukan praktek korupsi. Mereka adalah Saleh Saaf, Firman Gani, Budi G, Edi Garnadi, Dedy SK, Iwan Panji, Cuk Sugiarto, Makbul Padmanegara, Adang Dorojatun, Suyitno Landung, Heru S, dan Matheus Salempang.
Nah, dalam aksinya, tikus-tikus 'korupsi' itu dilemparkan ke Mabes Polri. Cit cit cit...hewan pengerat itu berlarian ke penjuru arah. Dampaknya baru bisa terasa hari ini: kabel pintu bersensor dimakannya.
"Kami dulu nggak sempat mengusir tikus-tikus itu. Soalnya sudah keburu lari ke lubang-lubang," kata petugas Mabes Polri pada detikcom.
Dari semua gerbang pintu bersensor, hanya pintu itu saja yang jadi korban tikus-tikus nakal. Belum diketahui kapan gerbang itu akan beroperasi normal kembali.(nrl/)
------------------
http://jkt.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/11/tgl/02/time/151027/idnews/473688/idkanal/10
Di Mabes Polri Dilempari Tikus, Siap Menjadi Cagub DKI Jakarta , Relakah anda
Veronika Kusuma Wijayanti - detikcom
Jakarta - Tikus. Hewan yang kerap menjadi simbol korupsi ini dilemparkan mahasiswa ke Mabes Polri. 15 Tikus warna putih yang diberi nama ini pun menyerbu kantor Kapolri Jenderal Pol Sutanto.
Belasan tikus dilemparkan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Tolak Korupsi saat unjuk rasa di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (31/10/2005).
Aksi ini diikuti 10 mahasiswa dari Universitas Jayabaya, Universitas Indonesia, Universitas Mercu Buana, IISIP, Universitas Satya Negara Indonesia, Universitas Jayakarta, dan Universitas Moestopo.
Mahasiswa terlihat menenteng kandang tikus warna putih yang ditempeli belasan nama petinggi Mabes Polri yang diduga melakukan praktek korupsi.
Mereka adalah Saleh Saaf, Firman Gani, Budi G, Edi Garnadi, Dedy SK, Iwan Panji, Cuk Sugiarto, Makbul Padmanegara, Adang Dorojatun, Suyitno Landung, Heru S, dan Matheus Salempang.
Kandang tikus pun dibuka. Satu per satu hewan pengerat itu dilemparkan ke dalam Gedung Mabes Polri. Buk, buk, buk, tikus pun dilemparkan. "Usut Korupsi di Polri. Ini simbol koruptor," teriak mahasiswa kompak.
Cit, cit, cit, tikus pun melenggang kangkung memasuki halaman Mabes Polri. Meski demikian, puluhan polisi yang menjaga aksi tidak bereaksi. Aparat tetap siaga dan tidak mengusir tikus-tikus itu.
Mahasiswa juga membentangkan poster bergambar foto Saleh Saaf, Firman Gani, Suyitno Landung, mantan Kapolri Jenderal Pol Da'i Bachtiar, dan Makbul Padmanegara. Lima poster itu diletakkan di aspal jalan dan dua tikus pun dibiarkan beraksi di atasnya.
"Kami menuntut Mabes Polri mengusut tuntas, menangkap, dan mengadili petinggi Polri yang terlibat korupsi," kata salah seorang orator.
Mahasiwa kemudian melanjutkan aksi ke Gedung KPK di Jalan Veteran, Jakarta. Rencananya, mahasiswa akan membakar foto petinggi Polri di KPK nanti.(aan/)
---------------------
http://jkt.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/10/tgl/31/time/153410/idnews/472463/idkanal/10
Thursday, April 26, 2007
Adang adalah super koruptor
Namun, Edi salah satu ketua KPK belum bisa memastikan apakah sidang kasus ini akan di gelar terkait Pilkada Jakarta agustus mendatang.
ini mungkin akan di undur atau di majukan itu tergantung bukti dan pelangggran yang di lakukan Adang Darajatun, kami juga akan melakukan pemeriksaan terhadap Bisnis Istri Bapak Adang kemungkinan akan terkait dengan hal ini . dengan bisnis di bidang Komunikasi , bisa jadi semua terkait.
Indonews.com
Wednesday, April 25, 2007
Partai Keadilan Sejahtera Terima 300 Juta Rupiah
Dijelaskan dia, UU 31 tahun 2002 tentang sumber keuangan parpol menyebutkan parpol dinilai sah menurut hukum jika mendapat dana dari iuran anggota, sumbangan, dan bantuan dari anggaran negara yang diakui sah secara hukum.
Batasan sumbangan yang sah maksimumnya untuk individu Rp 200 juta. Sedangkan untuk badan hukum Rp 800 juta dan untuk jangka waktu 1 tahun.
"Dalam pengadilan, Rokhmin mengaku mengalirkan dana dari kantongnya dan artinya dia melanggar UU itu," kata Fahmi.
Fahmi menyayangkan UU KPK saat ini hanya tertuju untuk menjerat individu. Parpol atau badan usaha yang terbukti menerima dana DKP tidak bisa disentuh oleh UU KPK.
ICW juga menyesalkan sikap DPR yang tidak menindaklajuti temuan KPK dan meminta kasus DKP diusut tuntas. (aan/nrl)
---------------------------------------
http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/25/time/182501/idnews/772670/idkanal/10
PKS dan Mega Center Terima DKP Rp300 Juta
Rabu, 25/04/2007 16:13 WIB | ||
PKS dan Mega Center Terima DKP Rp300 Juta |
Muhammad Hasist - Okezone | |
JAKARTA – Dalam temuan Indonesian Corruption Watch (ICW), PKS dan Mega Center telah menerima dana nonbudjeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) masing-masing sebesar Rp300 juta. “Dari data yang didapat ICW, dana DKP yang masuk ke PKS dan Mega Center sebesar Rp300 juta,” jelas Wakil Kordinator ICW Danang Widyoko di kantor ICW, Jalan Kalibata Timur IV, Jakarta, Rabu (25/4/2007). Lebih lanjut Danang mengatakan, sumbangan dana DKP lainnya diterima mantan Ketua MPR Amien Rais, saat dia menjadi capres, dan tim sukses SBY-Kalla, masing-masing sebesar Rp225 juta. Atas temuan ini, ICW mendesak KPK menyelidiki dana yang masuk ke parpol, politisi dan tim sukses agar diusut secara tuntas. “KPK dapat menggunakan UU Parpol dan UU Pemilu sebagai dasar pengusutan kasus ini,” cetus Danang. Penerimaan sumbangan dari dana nonbudjeter DKP ini, lanjut Danang telah melanggar pasal 17 UU 31 tahun 2002 tentang sumber keuangan parpol. Selain itu, hal ini melanggar ketentuan sumbangan yang diatur maksimal sebesar Rp100 juta. Akibatnya, dapat dijerat kurungan minimum empat bulan dan maksimun 24 bulan, atau denda paling sedikit Rp200 juta atau paling banyak Rp1 miliar. Sedangkan untuk pasangan calon presiden yang terbukti terima tersebut, melanggar pasal 79 UU Pilpres. Mengenai tidak sinkronnya data mengalirnya dana dari Rokhmin ke parpol, politisi dan tim sukses, Danang mengatakan ini mengindikasikan masih banyak dana-dana yang tidak tercatat dan masuk secara illegal ke kas parpol dan tim sukses tersebut. Penerimaan sumbangan dana DKP ini, lanjut Danang, harus dapat klarifikasi dari parpol dan tim sukses yang bersangkutan, mengingat mengalirnya dana ini berimplikasi pada proses hukum yang dijalani Rokhmin. (uky) ----------------------------------- Sumber : http://www.okezone.com/index.php?option=com_content&task=view&id=15801&Itemid=67 |
Monday, April 9, 2007
Daftar para pejabat tinggi yang Paling Korup
Berikut ialah daftar para pejabat tinggi Indonesia yang pernah ditahan atau Masih Dalam pengusutan karena kasus kriminal atau korupsi. Untuk pejabat yang ditahan karena kasus politik, lihat Daftar Pejabat Indonesia Yang Dipenjara Kasus Politik.
- Abdullah Puteh, mantan Gubernur Aceh
- Abilio Soares, mantan Gubernur Timor Timur, karena dakwaan 'Dunia Internasional'
- Akbar Tandjung
- Basuki (politikus), mantan ketua DPRD Surabaya
- Beddu Amang, mantan Kepala Bulog
- Bob Hasan, mantan Menteri Perindustria dan Perdagangan
- Hendro Budiyanto, mantan direktur Bank Indonesia
- Heru Supraptomo, mantan direktur Bank Indonesia
- Hutomo Mandala Putra Soeharto, anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat
- Ida Bagus Oka, mantan Gubernur Bali dan Menteri Sosial
- M. Sahid, wakil walikota Bogor
- Mulyana W. Kusumah, anggota KPU
- Nazaruddin Sjamsuddin, ketua KPU
- Nurdin Halid, ketua PSSI
- Paul Sutopo, mantan direktur Bank Indonesia
- Rahardi Ramelan, mantan Menteri Perdagangan
- Rusadi Kantaprawira, anggota KPU
- Safder Yusacc, mantan sekjen KPU
- Said Agil Husin Al Munawar, mantan Menteri Agama
- Sri Roso Sudarmo, bupati Bantul
- Suyitno Landung, mantan kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri
- Syafruddin Temenggung, mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Menjadi tersangka kasus jual beli pabrik gula Rajawali III, dan ditahan pada 22 Februari 2006.
- Syahril Sabirin, mantan Gubernur Bank Indonesia
- Adang Darajatun Korupsi, mantan Wakil Polri Kasus Markup Dana Jarkom Polisi
- Winajarko , Kasus Bulog
Pada 17 Oktober 2006
Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Data dan foto 14 belas koruptor tersebut direncanakan ditayangkan di televisi dan media massa dengan frekuensi seminggu sekali.
Mereka adalah:
- Sudjiono Timan - Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)
- Eko Edi Putranto - Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)
- Samadikun Hartono - Presdir Bank Modern
- Lesmana Basuki - Kasus BLBI
- Sherny Kojongian - Direksi BHS
- Hendro Bambang Sumantri - Kasus BLBI
- Eddy Djunaedi - Kasus BLBI
- Ede Utoyo - Kasus BLBI
- Toni Suherman - Kasus BLBI
- Bambang Sutrisno - Wadirut Bank Surya
- Andrian Kiki Ariawan - Direksi Bank Surya
- Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani - Kasus BLBI
- Nader Taher - Dirut PT Siak Zamrud Pusako
- Dharmono K Lawi - Kasus BLBI
Sunday, April 8, 2007
Sang Vokalis Dari IPDN " HANCURKAN MILITERISME "
Nurul Hidayati - detikcom
Jakarta - Di Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN) ada praja tewas, di situ pula Inu Kencana Syafei (55) buka suara. Jika tak ada Inu, tentu borok IPDN selalu tertutup rapi.
Inu-lah yang paling berani dan paling rajin membongkar aib kampus tempatnya bekerja, mulai Wahyu Hidayat (2003) hingga Cliff Muntu (2007). Tapi keberanian Inu harus dibayar mahal, dia dihukum tak boleh mengajar selama tim investigasi kematian Cliff Muntu memeriksanya.
Orang pertama yang berani mengungkap dugaan kekerasan yang menimpa Cliff pada Selasa 3 April lalu, adalah Inu. Kala itu, pejabat IPDN dan dokter RS Al Islam Bandung 'lebih suka' menyebut kematian praja asal Manado itu akibat lever yang dideritanya.
Saat menunggu otopsi Cliff di RS Hasan Sadikin Bandung pada 3 April, Inu sudah mengungkapkan kecurigaan bahwa kematian Cliff tidak wajar. Apalagi ketika malam tewasnya Cliff, nyaris terjadi kerusuhan antara praja tingkat III (nindya praja) dan rekan-rekan seangkatan Cliff (tingkat II/madya praja).
Keberanian Inu diakui oleh praja IPDN yang tak berani mengumbar kesaksian secara terbuka. Praja yang ingin membuka insiden menjelang kematian Cliff, bergantung pada Inu. Praja tersebut mengirimkan SMS pada Inu tentang kekerasan saat pelatihan pataka yang diikuti Cliff pada 2 April malam.
Kekerasan yang terjadi di IPDN memang menjadi keprihatinan Inu Kencana. Bahkan disertasi doktornya yang akan disidangkan di Universitas Padjajaran pun berkisah tentang kekerasan di kampus yang sebelumnya bernama STPDN itu. Pada 3 April pula, Inu membeberkan sebagian risetnya itu.
Dalam disertasi berjudul "Pengawasan Kinerja STPDN Terhadap Sikap Masyarakat Kabupaten Sumedang" tersebut, Inu menemukan, sejak 1990-an hingga 2005, terdapat 35 praja yang tewas dan hanya 10 di antaranya yang terungkap. Dia juga mengungkap praktek free sex di kampus pencetak aparat pemerintahan itu.
Keberanian lulusan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri Kampus Jayapura tahun 1978 itu bukan tanpa risiko. Dia 'dikejar-kejar' 900 praja perempuan yang keberatan dengan kenekatannya melansir budaya free sex di kampus Jatinangor pada Sabtu lalu.
Bahkan, atasannya di IPDN mengganjar Inu dengan sanksi larangan mengajar sementara. Sedangkan pejabat di Depdagri Jakarta mengancamnya dengan sanksi disiplin PNS. "Hukuman itu lucu," katanya saat dikonfirmasi detikcom, Senin (9/4/2007).
Menurutnya, yang harus diberi sanksi adalah mereka yang berbohong tentang kematian Cliff. Misalnya yang menyuntikkan zat formalin ke jenazah Cliff untuk mengaburkan pemeriksaan, maupun yang bersikeras menyebut kematian Cliff adalah akibat lever.
Selain dikenal sebagai 'vokalis' dari IPDN, Inu juga rajin menulis buku. Puluhan buku dan artikel telah ditelorkannya. Mulai Pengantar Ilmu Pemerintah, Pengantar Filsafat, Ilmu Administrasi Publik hingga Alqur'an dan Ilmu Politik.
Peraih gelar master dari Universitas Gadjah Mada ini berjanji akan membongkar praktek nyeleneh di tempatnya mendulang rezeki sampai kapan pun juga.(nrl/umi)
BRUTALISME DI KAMPUS IPDN
Puas Siksa Junior, Praja Senior Nyanyi Ria
Senin, 09 April 2007, 10:03:02 WIB
Sumedang, Rakyat Merdeka. Ketika Wahyu Hidayat tewas pada 2003, banyak yang percaya dia adalah korban terakhir di IPDN. Saat itu, IPDN masih bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).
Setelah kasus kematian praja asal Jawa Barat itu, para praja semua tingkat dikumpulkan untuk mengucapkan ikrar. "Kami berjanji meninggalkan segala bentuk kekerasan…." Begitu sebagian isi ikrar para praja.
Namun, janji tinggallah janji. Ikrar pun hanyalah torehan tinta hitam di atas kertas yang bisa luntur. Cliff Muntu, praja asal Manado, juga tewas karena dianiaya para seniornya. Delapan orang praja ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dipecat dari IPDN. Meski begitu, tetap saja muncul pertanyaan, siapa bisa menjamin Cliff Muntu adalah korban terakhir?
Wartawan Radar Bandung (Grup Jawa Pos) menelusuri kehidupan di dalam kampus IPDN. Kompleks kampus itu sangat tertutup bagi kehadiran orang luar, apalagi para wartawan. Kalaupun ada acara resmi dan mengundang media, akses media dibatasi hanya sampai ke ruang rektorat. Apalagi setelah ada kasus kematian Cliff Muntu, wartawan dilarang masuk sama sekali ke lingkungan IPDN.
Untung, ada kesempatan bagi pekerja media menginjakkan kaki ke IPDN pada Jumat (6/4) lalu. Saat itu, Sekjen Departemen Dalam Negeri Progo Nurdjaman sidak ke dalam kampus. Bersama rombongan dari Depdagri, wartawan berkesempatan melihat aktivitas praja di dalam kampus.
Tentu, secara kasat mata, tidak tampak kegiatan yang berbau kekerasan. Ada kelompok praja yang sedang berbaris rapi. Ada juga yang sedang bermain bola basket. Saat melihat rombongan Sekjen Depdagri, beberapa praja yang kebetulan berpapasan langsung memberikan hormat. Sayang, ketika rombongan memasuki barak para praja, wartawan diminta menunggu di luar.
Sejumlah wartawan memilih menunggu rombongan Sekjen Depdagri di kantin kampus. Mereka ikut nimbrung dengan sejumlah praja yang kebetulan rehat usai berolahraga. "Biasa Mas, sarapan habis olahraga," kata seorang praja tingkat dua ramah.
Namun, keramahan itu sontak berubah masam ketika wartawan menanyakan kasus kematian Cliff Muntu. "Maaf, kami sepakat tidak boleh membicarakan itu," kata praja tadi seraya pergi meninggalkan kantin.
Lukman (nama samaran), seorang mantan praja, menceritakan kultur kekerasan di IPDN. Biasanya, kekerasan dilakukan oleh praja tingkat tiga (nindya praja) kepada praja tingkat dua (madya praja). Aksi kekerasan dilakukan malam hari ketika pengawasan mulai longgar.
Beberapa praja senior mendatangi barak junior. Selalu ada alasan untuk melakukan tindak kekerasan. "Masak praja wanita yang bersalah, kami praja laki-laki menjadi sasarannya," ujar Lukman kepada Radar Bandung.
Saat memasuki barak, praja senior itu langsung memanggil beberapa praja yang menjadi targetnya. Setelah itu, mereka dibawa ke lorong dan dijajarkan dalam satu baris. Sebelum melakukan aksinya, para praja senior selalu melakukan dialog dengan praja juniornya.
"Maaf ya Dik, kita pun sama waktu dulu seperti ini, enggak apa-apa kok," tutur Lukman menceritakan kronologi kekerasan oleh praja senior. Setelah itu, terjadilah pemukulan masal. Yang dipukuli bisa lima sampai sepuluh orang. Yang memukul bisa 20 orang.
Dosen IPDN Inu Kencana Syafii mengakui hal tersebut. "Biasanya, mereka melakukan eksekusi pada jam sembilan malam hingga tengah malam," jelas Inu.
Bila mereka tidak puas, "tradisi" pun berlanjut hingga subuh. Terkadang drama tengah malam itu berjalan dengan canda tawa para seniornya. Di sisi lain, para junior mengerang kesakitan.
Canda tawa juga menjadi tradisi mengakhiri drama tengah malam itu. "Mereka seolah biasa menghadapi seperti itu. Terkadang, setelah melakukan itu, mereka bernyanyi bersama," ungkap Inu. Suasana pun kemudian mencair, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Dulu sebelum tragedi Wahyu Hidayat terkuak, aksi pemukulan selalu dilakukan per kontingen. Namun, setelah berubah menjadi IPDN, aksi kekerasan dilakukan per organisasi. Contohnya kasus Cliff Muntu. Dia dianiaya oleh seniornya yang merupakan anggota Pataka.
Namun, para praja sepertinya dibuat terbiasa dengan kondisi seperti itu. Bahkan, saat kunjungan Wapres Jusuf Kalla ke IPDN di atas meja salah satu kamar barak DKI ada sebuah tulisan besar dengan spidol warna hitam: "Ingat....! Malam Ini Kau Mati....! Siapkan Fisik dan Mental".
Begitu isi tulisan bernada ancaman tersebut. Sayang, tulisan itu tidak terlihat oleh orang nomor dua di Indonesia tersebut. Karena ada tulisan seperti itu, praja junior harus sigap setiap saat. "Kondisi seperti itu bisa diubah asalkan kultur dan kebiasaan praja diubah," kata Inu.
Tak hanya itu, kebiasaan para pejabat kampus pun harus diubah. Inu mengungkapkan banyaknya pejabat kampus yang bersedia menutupi sebuah kasus asalkan mendapatkan imbalan.
"Bila sesuatu terjadi pada praja, mereka (pejabat di IPDN, Red) selalu meminta uang kepada orang tua mereka. Jumlahnya bervariasi sesuai dengan kasusnya," ungkap Inu.
Nilainya, kata dia, bisa mencapai Rp 200 juta. Dana tersebut kemudian dibagikan kepada pejabat lain agar tutup mulut.
Inu yang gencar membongkar kebobrokan di IPDN mengaku tidak takut mati karena sikapnya itu. "Memang banyak yang mengancam saya," paparnya.
Inu menceritakan saat kasus Wahyu Hidayat mencuat. Dia sering mendapat teror dari orang kampus. Bahkan, para praja membenci dirinya. Banyak pesan singkat yang masuk ke hand phone pribadinya yang menyatakan keberatan atas semua pernyataan Inu di media.
Teror hingga tengah malam pun dia rasakan. Tidak jarang isi pesan singkatnya bernada kasar. "Bapak mau saya bunuh seperti saya membunuh murid Bapak," kata Inu menceritakan sisi sms. Namun, semua teror itu dia hadapi dengan lapang dada.
Karena berbagai ancaman itu, Inu kini dikawal khusus oleh polisi. Hampir 24 jam, Inu dan keluarganya diawasi. "Yang penting saya jujur mengungkapkan fakta yang terjadi dan tidak merekayasa," jelasnya. jpnn
Wednesday, April 4, 2007
Widjanarko Alirkan Dana Korupsi untuk Biaya Sekolah Anaknya
Rabu, 04 April 2007, 18:40:31 WIB
Laporan: Febrianto
Jakarta, Rakyat Merdeka. Setelah delapan jam diperiksa aparat penyidik Kejaksaan Agung sebagai saksi, di gedung bundar Kejaksaan Agung, dua orang keluarga bekas Dirut Perum Bulog, Widjanarko Puspoyo langsung bergegas keluar ruang pemeriksaan pada pukul 18.05 WIB malam ini (Rabu, 4/4).
Sebelum menaiki mobil Kijang Avanza warna hitam berplat nomor B 1558 DG, putra sulung tersangka korupsi Bulog, Rinaldi Puspoyo langsung diserbu wartawan dan dihujani pertanyaan.
Menjawab pertanyaan wartawan, Bonaran Situmeang pengacara Rinaldi mengatakan, bahwa putra sulung Widjanarko Puspoyo itu mendapat 33 pertanyaan, dan semua pertanyaan itu dijawab Rinaldi.
Saat ditanya mengenai lairan dana yang diterima Rinaldi, Bonaran mengatakan bahwa Widjanorko memberikan aliran dana itu untuk biaya sekolah Rinaldi, sejak duduk di bangku SMA hingga kuliah di luar negeri.
“Ya layaknya orang tua memberikan uang kepada anaknya, untuk biaya sekolah dari SMA hingga kuliah di Amerika,” ujar Bonaran.
Namun pengacara itu tidak menyebutkan berapa jumlah uang yang dialirkan ke rekening Rinaldi dari ayahnya, yang kini telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pengadaan sapi impor fiktif. “Tanya saja ke orang Kejaksaan, saya lupa,” jawabnya singkat sambil bergegas menuju mobil yang membawanya keluar Kejaksaan Agung.
Sedangkan Adik bekas Dirut Perum Bulog, Widjakongko Puspoyo yang keluar berbarengan dengan Rinaldi Puspoyo tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Widjakongko hanya diam sambil berjalan di balik badan pengacara yang mendampinginya selama pemeriksaan aparat penyidik Kejaksaan Agung, dan bergegas menaiki mobil Kijang warna hitam bernomor plat B 8476 WD, meniggalkan gedung bundar Kejaksaan Agung. atm
Tuesday, April 3, 2007
BUKAN BANI ISRAEL TAPI BANI KORUPSI
Adik & Anak Widjanarko Diperiksa, Jadi Tersangka?
Rabu, 04 April 2007, 10:23:23 WIB
Laporan: Febrianto
Jakarta, Rakyat Merdeka. Keluarga Puspoyo Rabu pagi ini (4/4) datang memenuhi panggilan jaksa penyidik Gedung Bundar Kejaksaan Agung untuk dimintai keterangan soal dugaan korupsi yang dilakukan bekas Dirut Perum Bulog Widjanarko Puspoyo.
Widjojongko Puspoyo yang merupakan adik kandung Widjanarko serta Renaldi Puspoyo –anak kandungnya—baru saja datang pukul 10.05 WIB dengan didampingi tim pengacara, diantaranya adalah Bahari Gultom
Saat Widjojongko dan Renaldi turun dari Kijang Inova hitam, wartawan serta kamerawan langsung meringsek. Saat mereka berebutan minta komentar maupun pengambilan gambar, terjadi desak-desakan hebat. Akibatnya, sebuah pot besar di pinggir pintu masuk Gedung Bundar pun hancur berkeping-keping.
Keluarga Puspoyo tersebut diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi beras impor asal Vietnam pada kurun waktu 2001-2003 yang menyeret Widjanarko sebagai Kabulog saat itu.
Widjojongko datang mengenakan kemeja putih lengan panjang dipadu dengan dasi merah marun. Sementara, Renaldi tampak begitu santai dengan mengenakan kemeja lengan panjang putih, pakai tutup kepala (kupluk) hitam serta melenggang sambil mendengarkan MP3 dari pemutar IPOD. Mereka buru-buru digiring ke lantai tiga.
Benarkah Widjojongko dan Renaldi juga akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi tersebut? Sejauh ini belum ada keterangan dari pihak Gedung Bundar.
Kemarin, dua orang tersebut mangkir dari panggilan jaksa dengan alasan belum lengkap berkas yang akan dibawa kepada penyidik. Rencananya, penyidik yang diketuai Sugianto juga akan melanjutkan pemeriksaan dengan memanggil keluarga Widjanarko yang lain, yaitu Winda Puspoyo (putri bungsu) dan Andre (menantu) pada Kamis besok (5/4). Adapun istri Widjanarko, Endang Puspoyo akan diperiksa pada 9 April mendatang. iga
Tuesday, March 27, 2007
Rokhmin Dapat Hadiah Rp 1,9 M, US$ 5.000 & Camry
Arfi Bambani Amri - detikcom
Jakarta - Lumayan juga hadiah yang diperoleh Rokhmin Dahuri sewaktu menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan antara 2001-2004. Yakni Rp 1,9 miliar, US$ 5.000, 400.000 dollar Singapura dan sebuah mobil Toyota Camry.
"Patut diduga hadiah tersebut karena kekuasaan dan kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya sebagai menteri," ungkap jaksa penuntut umum (JPU) Tumpak Simanjuntak dalam sidang di PN Tipikor, Gedung Uppindo, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (28/3/2007).
Salah satu yang ikut memberikan uang kepada Rokhmin adalah Dicky Iskandar Dinata, mantan terpidana kasus Bank Duta yang kini terpidana kasus Bank BNI.
"Dari Dicky Iskandardinata, Direktur Pt Dekonsorsium Indonesia, pada 20 Februari 2002 sebesar Rp 150 juta," ujar JPU.
Sementara mobil Toyota Camry didapat Rokhmin dari Dirjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Husni Manggarani pada tanggal 13 November 2002.
Untuk itu, JPU mendakwa Rokhmin dengan dakwaan kedua pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP. Dakwaan kesatu untuk Rokhmin adalah pasal 12 huruf e UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Dengan dakwaan 2 pasal itu, Rokhmin terancam pidana penjara maksimal 20 tahun dan minimal 4 tahun penjara berdasarkan pasal 12 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001.(aba/nrl)
Rokhmin Tuding Numberi & Sarwono Nikmati Dana Nonbujeter
Arfi Bambani Amri - detikcom
Jakarta - Rokhmin Dahuri mendesak Menteri Kelautan dan Perikanan setelah dia, Freddy Numberi, dan mantan Menneg LH Sarwono Kusumaatmaja ikut diperiksa KPK. Rokhmin menuding keduanya ikut menikmati dana nonbujeter.
Demikian disampaikan pengacara Rokhmin, M Assegaf, dalam nota keberatan yang dibacakan usai pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum di PN Tipikor, Gedung Uppindo, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (28/3/2007).
"Jika KPK memang memiliki niat dan beritikad baik untuk menghapus praktek yang dikatakan korupsi dana nonbujeter di lingkungan DKP dengan fair dan jujur, seharusnya Menteri Kelautan dan Perikanan yang sekarang, Freddy Numberi, maupun mantan menteri Sarwono Kusumaatmaja juga harus diperiksa," kata Assegaf.
Menurut Assegaf, Sarwono ikut menikmati dana nonbujeter sebesar Rp 211.400.000. Hal itu sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan Rokhmin di KPK.
Sementara Freddy ketika menggantikan Rokhmin terus memungut dana nonbujeter dari unit-unit eselon I DKP dan dari dinas-dinas di lingkungan DKP. Hal itu tersirat dalam dakwaan dalam perkara kasus yang sama dengan terdakwa mantan Sekjen DKP Andin Taryoto namun diadili terpisah dengan Rokhmin.
"Dalam dakwaan tersebut tercatat bahwa antara 14 Oktober 2004 sampai 28 Februari 2006 telah terhimpun dana sebesar Rp 4.408.539.000," kata Assegaf.(aba/nrl)
Thursday, March 8, 2007
Hati-hati dengan Polisi Bisa Tembak anda
Sumber Detik.com
Polisi dipersenjatai karena mereka bertugas melindungi rakyat. Tapi sungguh ironis, pistol yang dibeli dengan uang rakyat itu sering mereka gunakan untuk menyakiti istri, tetangga, atasan, bahkan diri mereka sendiri.
Inilah beberapa peristiwa polisi main tembak akibat gagal mengendalikan emosi:
8 Maret 2007
Anggota Polres Bangkalan Brigadir Satu Rifai menembak mati Wiwik (istri), Ny Hasmah (ibu mertua), Satrio Wibowo (PIL Wiwik) dan Pujianto (teman Satrio). Rifai lalu bunuh diri dengan pistolnya. Rifai gelap mata karena istrinya selingkuh.
24 Januari 2007
Anggota Polbates Medan Iptu Oloan Hutasoit menembak sepasang pengantin baru, Nanda Safriani (23) dan Amrul Fahmi (23) di tengah keramaian pameran. Oloan lalu bunuh diri. Diduga dia main tembak karena patah hati setelah ditinggal idaman hatinya, Nanda.
28 Agustus 2006
Angota Polresta Bekasi Timur Aipda Sahudin Bachtiar Debataraja Simamora menembak mati istrinya, Kapten CAJ Adiana Siringgo-Ringgo, setelah keduanya bertengkar hebat. Sahudin lalu mencoba bunuh diri, tapi gagal.
24 April 2005
Anggota Polres Jombang Iptu Sugeng Triono menembak atasannya, AKP Ibrahim Gani. Setelah itu Sugeng bunuh diri. Sugeng melakukan itu akibat stres karena mengidap sakit sejak lama.
18 April 2005
Anggota Polres Cirebon Bripda Yohanes Widiyanto (24) bunuh diri dengan menembak keningnya di Gereja Katolik Santo Antonius, Kotabaru, Yogyakarta.
1999-2004
Anggota Polda Jambi Iptu Giribaldi melakukan pembunuhan berencana dan berantai. Tujuh orang jadi korbannya yaitu Listy Kartika Baiduri, Gusmarni, Mamad, Ngadimin, dan Rusdin Sidauruk, Nurmarta Lily dan Yeni Farida. Semuanya tewas ditembak dengan pistol dinasnya. Mereka adalah korban penipuan kerja Giribaldi dan perempuan yang pernah dinikahinya. Kasus ini terkuak awal 2005.(nrl/asy)
Baca juga:
* Agar Tak Main Tembak, Polisi Perlu Tes Psikologi Tiap 3 Bulan
* Briptu Rifai Gelap Mata karena Istri Punya PIL di Kantor
* Briptu Rifai Tembak Mati Istri, Ibu Mertua & 2 Pria
* Aniaya Istri, Bripda Dede Dilaporkan ke Polda Metro
Wednesday, February 28, 2007
JEJAK HITAM MAS SOEHARTO
SEPANJANG kekuasaannya selama 32 tahun Suharto dengan rezim Orbanya telah melaksanakan strategi yang berkesinambungan berupa bagi-bagi rezeki serta bagi-bagi jabatan dan kekuasaan bersama tiga pilar kekuasaannya yakni ABRI, Birokrasi dan Golkar (ABG). Pelaksanaannya berupa pembiaran merajalelanya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan pada setiap tingkat dengan sistim upeti pada atasan, bagian dari pelestarian kekuasaan. Keadaan itu masih dilanjutkan oleh pemerintah Habibie, bahkan rohnya masih berlanjut sampai dewasa ini karena mesin kekuasaan rezim Orba nyaris utuh.
Rezim lama yang masih dalam kekuasaan maupun di luarnya dalam lingkup strategi di atas telah menjarah kekayaan negeri ini secara sistemik selama lebih 30 tahun, menumpuknya di dalam maupun di luar negeri dengan lindungan hukum nasional maupun internasional. Kekayaan amat besar yang telah dihimpun dan dikendalikannya itu dengan mudah dapat mempengaruhi secara pasif (maksudnya dengan melalui sistim keuangan, perbankan dan ekonomi “wajar” yang ada alias kapitalisme plus kejahatan masa lampaunya) dan dapat dipergunakan untuk mempengaruhi secara aktif keadaan politik, ekonomi, keamanan, sosial budaya Indonesia hari ini maupun esok dengan segala macam rekayasanya.
Sejak lama kita mendengar adanya tarikan US$2 untuk tiap barel minyak yang harus disetor kepada Yayasan milik Suharto. Informasi ini antara lain berasal dari narasumber yang dekat dengan beberapa menteri Suharto bidang energi yang pernah ikut serta dalam perundingan perminyakan. Seperti kita ketahui menurut persetujuan OPEC Indonesia mendapat quota untuk memproduksi minyak 1,4 juta barel/hari. Kita anggap saja yayasan Suharto menarik bagiannya selama 20 tahun dari sejuta barel, maka akan didapat US$2 x 1 juta x 20 x 365 = US$14.600 juta, lebih dari US$14 milyar. Ini belum termasuk bunganya selama 20 tahun itu. Berapa miliar lagi yang dikumpulkannya dari Bulog, Telekom, bank-bank milik negara, segala macam BUMN, Freeport dan tambang lainnya, hutan Kalimantan, dan perusahaan-perusahaan lainnya.
Tak lama setelah kejatuhannya, dengan senyum simpul Suharto menjelaskan kepada para pemirsa televisi bahwa tidak benar ia mempunyai simpanan besar di luar negeri. Dengan mantap ia mengatakan bahwa ia tidak mempunyai simpanan sesen pun di luar negeri. Seorang konglomerat berkomentar bahwa tentu saja Suharto tidak bodoh, ia dapat menyimpan atas nama orang lain, anak-anak, cucu atau yang lain. Menurut Solihin GP, yang pernah dekat dengan Suharto selama 16 tahun di Bina Graha ketika menjabat Sesdalobang (Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan) menyatakan bahwa apa saja yang bisa memasukkan uang untuk bantuan presiden (banpres) semuanya digali.
“Dia memang senang mengumpulkan uang”. Selanjutnya dikatakan bahwa ketika uang minyak mengalir deras maka ia mengukur segala sesuatu dengan uang, sesuatu yang merupakan sifat asli Suharto.
Pada permulaan tahun 1980-an warkat kliring dalam perbankan yang terdiri dari cek dan giro paling besar biasanya terdiri dari ratusan juta rupiah di luar pinjaman antar bank. Di masa itu secara teratur Suharto menerbitkan cek sebesar Rp1 (satu) miliar kepada Bob Hasan untuk dibelikan dollar, ketika itu dengan kurs US$1=Rp625, jadi Rp1 miliar =US$1,6 juta. Uang ini kemudian ditransfer ke Singapura, selanjutnya ditransfer lagi ke tempat-tempat lain seperti Hongkong, Swis dsb.
Demikianlah secara teratur Suharto membeli dollar untuk disimpan di luar negeri. Kenapa mesti berkali-kali ditransfer, sedang tidak ada transaksi nyata seperti membayar impor barang misalnya. Tentu ada udang di balik batu, agar sulit dilacak di belakang hari. Demikian narasumber lain seorang pegawai yang pernah punya posisi di sebuah bank asing menyampaikan pengalamannya. Kalau hal itu dilakukannya sebulan sekali dengan jumlah yang sama selama 20 tahun maka akan terhimpun kekayaan: US$1,6 juta x 12 x 20 = US$384 juta. Kalau hal itu dilakukan di 10 bank = US$3,84 miliar yang bunga berbunga.
Tidaklah berlebihan apabila majalah Forbes menyebut kekayaan Suharto dan keluarganya mencapai US$40 miliar. Menurut Jeffrey Winters berdasar sumber-sumber intelijen di kedubes AS di Jakarta kekayaan Suharto dan keluarganya sebesar US$30 miliar (Winters 1999:5). Kemudian majalah Time pada penerbitannya 24 Mei 1999 menyebut tentang adanya gerakan kekayaan amat besar yang terkait dengan Indonesia dari bank di Swis ke Austria karena negeri ini dianggap lebih aman, selanjutnya disebut adanya tranfer sebesar US$9 miliar milik Suharto ke rekening tertentu (nominee bank account) (Lubis cs 2001:3). Cobalah simak angka-angka yang tersebut di atas dan cocokkan.
Di Singapura terdapat jenis simpanan uang dalam valuta asing yang terkenal dengan nama Asian Currency Unit (ACU). Simpanan ini dilindungi peraturan khusus yang kerahasiaannya amat ketat serta bebas pajak. Nara sumber kita di atas pernah bertugas di bank asing di Singapura, beberapa bulan berada di departemen tersebut. Arus uang masuk berasal dari seluruh penjuru dunia, terutama negeri-negeri Asia seperti Indonesia, Bangladesh, Filipina, Muangthai, India, Pakistan. Dapat ditambahkan bahwa pada tahun buku 2001 jumlah simpanan warga Indonesia di ACU sebesar US$150 miliar, setara dengan jumlah utang luar negeri kita.
Dari Indonesia tentunya kebanyakan transfer dari Jakarta. Ketika boom kayu Kalimantan di pasar dunia, arus dollar yang asal usulnya dari pulau itu membanjir antara lain ke rekening ACU. Dari pengamatan menyeluruh selama beberapa bulan dapat ditengarai bahwa banyak di antara pemilik uang itu terdiri dari gubernur, jaksa, hakim, panglima tentara, menteri, dirjen dst. Sekali lagi terbukti strategi Suharto untuk bagi-bagi kekuasaan dan rezeki berjalan baik. Sebagai ilustrasi narasumber masih ingat betul nama seorang nyonya dengan simpanan besar yang suaminya jatuh dalam kudeta di Bangladesh. Memang korupsi bukan monopoli Indonesia, cuma negeri ini mungkin paling jempolan dalam hal korupsi tanpa koruptor.
Para gembong koruptor [dan narkotika, hs] dapat menyimpan uangnya di luar negeri dengan cara memberikan surat “kuasa pengacara” kepada pengacara yang bekerja untuk dirinya. Pengacara ini selanjutnya membuat perjanjian serupa dengan pengacara kedua, selanjutnya ketiga dan keempat dst. atas nama firma mereka. Ujung dari rangkaian ini adalah rekening di Swis atau Austria. Pengacara di sana tidak akan tahu bahwa ia sedang “menadahi” uang Suharto misalnya. Cara ini akan aman karena tiap pengacara hanya mendapat informasi terbatas dari orang sebelumnya.
Tekanan internasional agar bank melakukan investigasi elementer untuk jumlah uang yang besar semacam itu hampir tidak dipatuhi oleh semua bank (Winters 1999:113). Bagi pengelolaan kekayaan berupa saham dan properti, dalam sistim perbankan sebagai bagian dari sistim kapitalisme mengenal apa yang disebut nominee dan trustee, suatu rekening atas nama dan di bawah wewenang suatu badan hukum yang mengelola kekayaan pihak lain lewat jaringan perbankan.
Para gembong koruptor dan gembong narkotika banyak menggunakan jasa badan semacam di atas yang keberadaannya merupakan bagian dari sistim kapitalisme dunia. Ini yang disebut money laundering (pencucian uang). Paling tidak untuk sementara mereka selamat. Yang disebut sementara itu bisa puluhan tahun bahkan sampai mati dan dipindahkan kepada pewaris.
Tentunya para pembantu dan orang gajian Suharto cukup mempunyai ilmu dan piranti untuk dapat menyembunyikan kekayaannya di luar negeri (juga di dalam negeri) dengan peluang yang diberikan sistim hukum dan perbankan yang ada. Melalui badan semacam itu terdapat setumpuk peluang untuk melakukan berbagai macam investasi di seluruh dunia. Memang tidak satu sen pun, karena buntut berupa sen yang mungkin mengganggu pembukuan ini tiap detik dapat didermakan pada rakyat yang kelaparan.
Sejarawan Dr Asvi Warman Adam menyimpulkan bahwa “Sejarah Suharto hari ini adalah sejarah KKN dan pelanggaran HAM. KKN tidak dilakukannya sendirian, tetapi ‘jasa’ Suharto adalah menciptakan kondisi agar KKN itu terterima dalam masyarakat sebagai sesuatu yang wajar. Bila orang memiliki rumah megah atau mobil mewah dari hasil korupsi, masyarakat diam saja. Tetapi bila ada maling ayam atau pencuri sandal bolong, dia bisa dibakar massa. Ironi sosial ini yang diciptakan rezim Suharto”.
Ini salah satu kejahatan Suharto yang tak terampuni. Jenderal Suharto telah mewariskan sebuah negeri yang porak poranda, miskin dan sarat dengan permasalahan mendasar yang berat dan nyaris bangkrut. Itulah berkat pemerintahannya selama 32 tahun yang sentralistik, penuh rekayasa penipuan dan kesombongan, represif, penuh korupsi dan segala macam penyalahgunaan wewenang. Rezim Orba telah menanam bom-bom waktu berupa ketidakpuasan daerah, masalah etnik yang rumit, pelanggaran aturan pertanahan, penggunaan angkatan bersenjata untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia di seluruh negeri dengan alasan demi stabilitas dan pembangunan.
Itulah rupanya yang disebut Prof Juwono Sudarsono dengan penyelesaian tuntas. Kaum intelektual pun memiliki kepentingan-kepentingan kelompok yang diwakilinya, apakah pemerintah diktator atau pemerintah demokratis, segala macam rekayasa yang menipu atau kebenaran dan keadilan.
Setelah Jenderal Besar Suharto ditumbangkan, kuku-kukunya sebagai bagian dari rezim Orba masih mencengkeram berbagai aspek kehidupan bangsa dan negeri ini. Bersamanya terdapat suatu lapisan militer dan sipil yang telah mencengkeram akumulasi kekayaan amat besar negeri ini yang kemudian menjadi sah secara hukum yang akan tetap memberikan pengaruhnya dalam jangka panjang ke depan dalam bidang politik maupun ekonomi terutama melalui apa yang disebut money politics alias politik suap yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya korupsi rezim Orde Baru.
Mungkin saja hal itu dihentikan dengan drastis jika terjadi perubahan fundamental yang didukung seluruh rakyat. (Selesai)
(8) Memuji Suharto, Menendang Sukarno Penulis : Harsutejo SETELAH Supersemar berada dalam genggaman erat Jenderal Suharto serta berbagai tindakan keras telah diambil, seorang yang menamakan dirinya sebagai wartawan ... |
(7) Peran Sejarah Sri Sultan dan Panglima Besar Sudirman Dipreteli Penulis : Harsutejo BERDASARKAN catatan harian Kolonel Simatupang jelas bahwa rencana serangan umum 1 Maret 1949 merupakan suatu topik yang menjadi bahasan serius ... |
(6) Suharto dan SU 1 Maret 1949 Penulis : Harsutejo PERTAMA-TAMA perlu kita kutipkan versi Suharto tentang kejadian sejarah yang cukup menarik ini. Pertama versi yang ditulis oleh OG Roeder ... |
(5) Suharto Penuh Dusta Penulis : Harsutejo DALAM analisis psikobiografi dan analisis kualitatif berdasar teori kepribadian dan tingkah laku politik oleh Laboratorium Psikologi UI disebutkan bahwa ungkapan ... |
(4) Suharto, Semar dan Supersemar Penulis : Harsutejo SEPERTI kita ketahui dalam pewayangan Jawa, Semar bukan sekedar ayah spiritual anak-anaknya yakni Gareng, Petruk dan Bagong, ia juga pengasuh ... |
(3) Suharto dan Feodalisme Baru Penulis : Harsutejo SEMENTARA orang menganggap Suharto termasuk tokoh langka, ia berkuasa selama 32 tahun terus-menerus tanpa istirahat sejenak pun. Sepanjang kekuasaannya ia ... |
(2) Suharto dan Tujuh Jenderal Korban G30S Penulis : Harsutejo PERTAMA-TAMA perlu kita simak bagaimana hubungan Mayjen Suharto dengan ketujuh jenderal rekannya yang kemudian menjadi target pembunuhan G30S. Menurut Letkol ... |
(1) Senyum Suharto: Yang Buram dari Manusia Langka Penulis : Harsutejo SUMBER informasi tentang Jenderal Suharto tentulah cukup melimpah, baik sumber “klasik” seperti karya OG Roeder, Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto, ... |
Adang Versus Angkat Besi
Para ketua organisasi yg gagal hrs mundur untuk diganti dg orang yg lebih pintar.
Agak lucu juga melihat Adang Dorojatun yg menjadi cagub DKI memakai ajang Asian Games untuk memperkenalkan diri di TV memanfaatkan dirinya sbg ketua PABBSI tapi kemudian terbukti angkat besi/berat adalah salah satu cabang yg gagal total di sana, bagaimana mungkin seorang yg cuman memimpin PABBSI saja tak mampu malah kepingin memimpin DKI dg masalah yg jauh lebih rumit, mana tuh budaya malu pejabat kita.
CAGUB DARI PKS TERNYATA KORUPSI
Kasus Dugaan Korupsi Alkom dan Jarkom Polri Senilai Rp 602 Miliar; Diduga Melibatkan Sejumlah Jenderal, Termasuk Wakapolri Adangdorojatun ( Cagub DKI Jakarta Dari PKS ) dan Mantan Kapolri
Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) mulai
mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan jaringan komunikasi (jarkom) dan alat komunikasi (alkom) yang menyeret nama sejumlah jenderal.
Bahkan, mantan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Selatan (Sulsel), Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Saleh Saaf, sudah menjalani
pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp 602 miliar itu.
Saleh diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Divisi
Telematika Mabes Polri. Jenderal polisi bintang dua ini diperiksa sejak pekan lalu. Bahkan kabarnya Saleh Saaf telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi ini.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Paulus Purwoko dalam keterangan persnya di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (6/1), membenarkan pemeriksaan dan pembentukan tim pengusutan kasus ini.
Namun, dia menyatakan belum ada tersangka yang ditetapkan, termasuk
Saleh. 'Yang saya tahu pembentukan tim untuk menangani kasus dugaan korupsi jarkom dan alkom ini,' kata Paulus .
Kabar pemeriksaan Saleh membuat wartawan yang betugas di Mabes Polri berburu informasi. Mereka tak ingin kecolongan bila Saleh ditetapkan sebagai tersangka, apalagi sampai ditahan seperti nasihb dua jenderal polisi lainnya.
Kapolri Jenderal Polisi Sutanto membuat gebrakan sejak dilantik Juni, tahun lalu. Jenderal polisi yang dikenal antijudi ini sudah menahan mantan Kepala Badan Reserse dan Krimina (Kabaresrkim) Mabes Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Suyitno Landung terkait kasus pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,2 triliun.
Sebelum Suyitno, mantan Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigjen Polisi Samuel Ismoko juga ditahan dalam kasus yang sama bersama Komisaris Besar (Kombes) Irman Santoso. Mereka dituding memeras dan menerima suap dari para tersangka kasus BNI.
LIRA
Proyek pembangunan jarkom dan pengadaan alkom Polri mengunakan anggaran tahun 2002 dan dilaksanakan pada tahun 2003. Nilainya mencapai Rp 602
miliar.
Diduga proyek itu di-mark up besar-besaran, sehinggga kerugian negara mencapai Rp 240 miliar.
Kasus ini pertama diungkap Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), yang dipimpin Jusuf Rizal. LIRA adalah lembaga yang dibentuk oleh aktivis Blora Center, salah satu lembaga yang berperan aktif mengusung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menduduki kursi Presiden RI.
Menurut LIRA, korupsi ini melibatkan sejumlah petinggi Polri dan perusahaan rekanan. Disebut-sebut salah satunya adalah suami Yuni Shara, Hendri Siahaan.
Saleh Saaf
Saleh yang dikonfirmasi seusai salat Jumat di Mabes Polri, enggan menanggapinya. Jendral asal Jawa Barat yang yang rambutnya mulai memutih ini memilih menyerahkan semua keterangan ke Divisi Humas Mabes Polri. 'Tanyalah ke Humas,' katanya singkat.
Saleh menjabat kadiv telematika sebelum menjabat Kapolda Sulsel. Kasus penyerbuan polisi di kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Mei 2004, mengantarkan Saleh menggantikan Irjen Polisi Jusuf Manggabarani sebagai kapolda.
Mereka hanya bertukar tempat. Jusuf mengisi posisi kadiv telematika sebelum dimutasi menjadi kadiv profesi dan pengamanan (propam). Tugas Jusuf
adalah memeriksa 'polisi nakal'.
Rencana pemeriksaan Saleh sudah bergulir sejak Juni tahun lalu
menjelang penggantian orang satu di tubuh Polri dari Jenderal Polisi Da'i
Bachtiar ke Sutanto.
Ketika itu, Da'i sendiri yang mempersilakan LIRA mengungkap kasus
tersebut. Da'i juga menyatakan telah membuka akses ke Badan Pemerika Keuangan
(BPK) untuk melakukan audit.
Beberapa hari kemudian, masih di bulan Juni, Kabidpenum Humas Mabes
Polri Kombes Zainuri Lubis juga mengungkapkan rencana pemeriksaan Saleh.
'Waktu itu beliau (Saleh) menjabat Kadiv Telematika Polri. Tentunya
semua yang terkait dengan pengadaan jarkom dan alkom akan ditindaklanjuti oleh
Inspektur Pengawasan Umum Mabes Polri,' kata Zainuri.
Pemeriksaan Saleh dilakukan karena divisi telematika sangat terkait
dengan pengadaan jarkom dan alkom. 'Jarkom dan alkom termasuk ke dalam bidang logistik dan divisi telematika. Namun, tak menutup kemungkinan pemeriksaan juga terhadap bidang terkait lainnya,' ungkap Zainuri.
Membantah
Kepala Bidang Penerangan Umum (Kabid Penum) Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Bambang Kuncoko, juga membantah adanya penetapan tersangka terhadap Saleh.
'Memang yang bersangkutan telah dimintai keterangan. Tapi untuk status tersangka kayaknya belum,' kata Bambang.
Menurut keterangan Bambang, semua yang terlibat dalam proyek jarkom dan alkom Polri akan diperiksa. Termasuk penyalurnya. Tim yang menangani penyidikan dugaan korupsi ini telah dibentuk sekitar seminggu yang lalu.
Tim yang diketuai Direktur III Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri Brigjen Polisi Indarto bahkan langsung bekerja. Namun Bambang tidak menyebutkan siapa saja yang telah diperiksa, selain Saleh. (JBP/ugi)